Keuletan Selalu Berbuah Manis. By Herlina Madje


Pagi tadi saya sedang menyiram bunga ketika seseorang mendekat,"Permisi, Bu."
Saya menghentikan aktifitas dan menoleh padanya seraya tersenyum. Saya memang tak memakai masker karena hanya sendirian di depan rumah. Masih cukup pagi pula sehingga udara tentu bersih dari segala macam polusi. Perempuan muda itu membalas senyum saya dari balik maskernya.
"Ini ada brosur, Bu," katanya sambil menyorongkan benda yang dimaksud dengan sopan,"siapa tau Ibu mau laundry. Kami antar jemput gratis," lanjutnya.
Setelah dia berlalu, saya tak langsung melanjutkan pekerjaan. Ada hal yang sedikit menyentuh, kerja kerasnya berpromosi! Entah sudah sejauh mana dia berjalan. Wajahnya berkeringat ketika sampai di depan saya padahal udara pagi masih lumayan sejuk. Semoga dia tidak cepat menyerah!
Sejak dulu saya senang memerhatikan orang-orang dan berusaha mengambil pelajaran dari kisah hidup mereka. Kemarin, saat menemani suami ke daerah, saya pun mengamati aktifitas orang-orang yang kami lewati. Ada pedagang, petani, tukang, buruh nelayan, pegawai, dan lain-lain. Saya terpikir, betapa orang-orang harus bekerja keras untuk bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Bahkan saya dan suami bersusah susah menerobos ancaman virus corona untuk sampai ke lokasi tujuan, pun tujuannya demi hidup lebih baik.
Tetapi apakah semua pejuang-pejuang itu sudah mendapatkan apa yang diingini? Tak semua. Ada orang yang baru memulai usaha langsung sukses, ada juga yang sudah bertahun-tahun kerja keras tapi perkembangannya cukup lambat. Entahlah, beberapa pakar seperti Napoleon Hill tidak begitu mempercayai adanya faktor keberuntungan dalam hidup. Bagi mereka, untuk bisa mendapatkan penghasilan yang diinginkan harus diupayakan dengan cara yang tepat. Kemiskinan berpangkal pada diri sendiri dan bukan karena faktor nasib. Itu yang mereka yakini.
Melihat kerja keras orang-orang, sepertinya memang iya. Allah pun sudah berfirman bahwa Allah takkan mengubah nasib suatu kaum sebelum dia mengubah kondisi dalam dirinya.
Faktanya, orang-orang yang sukses di luar sana juga umumnya pernah melalui perjuangan, hanya saja tak terlihat. Kita pun sering mendengar kalimat, Man jadda wa jadda, siapa yang berusaha maka dia yang akan mendapatkan. Dalam Bahasa Bugis, kami sering mendengar kalimat, resopa temmangingngi namalomo naletei pammase dewata, hanya kerja keras yang tak kenal lelah yang biasa/mudah menjadi jalan dari rahmat tuhan (Allah). Kalimat ini diwariskan dari generasi ke generasi pertanda bahwa orang terdahulu pun sangat menyadari bila kerja keras tak kenal lelah menjadi salah satu jalan menuju sukses. Seberapa lama? Sehari, dua hari, seminggu, setahun? Tergantung! Orang sukses umumnya pekerja keras dan pekerja keras umumnya sukses.
Saya pernah membaca kisah seorang pengusaha tambang emas yang kaya raya. Pada suatu ketika biji-biji emas dari tambang tersebut habis. Sang pengusaha lalu menggunakan modal yang dimiliki untuk meneruskan upaya penggalian, namun setelah cukup lama menggali ia akhirnya berhenti karena tak jua mendapatkan apa yang dicari meski uangnya nyaris habis terpakai. Akhirnya, tambang tersebut dijual dengan harga murah.
Orang yang membeli tambang tersebut ternyata berpikiran lain. Ia memutuskan untuk meneruskan penggalian dan apa yang terjadi? Setelah menggali sejauh tiga kaki atau sekitar sembilan puluh centimeter ia menemukan sumber emas yang luar biasa banyak. Hanya tersisa tiga kaki! Andai pemilik terdahulu bisa sedikit bersabar.
Lantas kerja keras macam apa? Ini yang harus dicari formulanya dan hal itu takkan ketahuan sebelum mencoba berbagai cara. Saya pernah membaca perjalanan panjang seorang penemu, Thomas Alfa Edison. Sebelum sukses menemukan lampu pijar pertamanya yang menyala selama delapan jam, dia mengalami setidaknya seribu kali kegagalan dalam percobaan! Yang artinya sang penemu sudah melakukan berbagai eksperimen hingga akhirnya menemukan formula yang tepat dan membuatnya lebih kaya raya.
Beberapa waktu lalu salah seorang teman saya jatuh bangkrut karena sesuatu hal. Ketika rumahnya yang berlantai tiga harus disita, dia memilih mengontrak rumah kecil tak jauh dari rumah megahnya.
"Kenapa kamu tak pindah jauh-jauh?" tanya saya waktu itu. Saya memikirkan perasaannya. Perempuan peka terhadap keruntuhan seperti ini.
"Saya akan memiliki rumah itu kembali," tekadnya.
Setelah itu ia mulai berjualan gorengan. Sepintas hasilnya sangat jauh dari mungkin untuk menebus rumah.Tetapi ia tak putus asa.Tanpa menghiraukan cibiran dan juga tatapan iba dari orang, ia terus berjualan. Bangun sekitar jam dua malam setiap hari untuk menyiapkan dagangan lalu menghabiskan waktu hingga pukul sembilan malam untuk menjualnya.
"Jaga kesehatan," nasehat saya waktu itu. Dia hanya tersenyum, matanya terlihat cekung dengan mata panda yang mulai terlihat.
Meski hasil jualannya belum mampu menebus rumah tetapi sudah cukup membiayai kuliah anaknya. Setelah lulus puterinya lantas diterima bekerja di sebuah yayasan pendidikan. Ini pun amat jauh dari harapan untuk menebus rumah dalam waktu dekat.
Sekitar tiga tahun bekerja, sang puteri dilamar oleh seorang lelaki kaya dan entah atas bantuan sang menantu atau sebab lain, yang pasti dalam waktu kurang dari dua tahun rumah tersebut bisa ditebus kembali. Dia beruntung sebab rumahnya cukup mahal sehingga peminat tidak ada selama kurung waktu itu sehingga pihak penyita tak dapat memindahtangankan. Kedengarannya seperti sinetron tetapi itulah yang terjadi. Saya agak merinding ketika mendengar kabarnya. Bahwa kerja keras pasti berbuah seperti apapun jalannya, agaknya bukan impian kosong.
Saya juga terinspirasi dari kisah hidup seorang janda yang saya jumpai ketika menemani suami ke suatu tempat. Kami kebetulan menginap di rumahnya sebab tak ada penginapan di sekitar lokasi.
Setelah ditinggal mati sang suami, dia harus menghidupi enam orang anak tanpa peninggalan berharga selain gaji pensiun yang tidak full. Tetapi si ibu mampu mengantarkan keenam anaknya menjadi orang sukses.
Dia mengisahkan perjalanan panjangnya di depan foto keluarga ekstra lebar dalam figura antik nan mewah. Konon, setelah suaminya meninggal, si ibu mulai berjuang mencari uang. Sebelum ayam berkokok pada dini hari, si ibu sudah ada di pasar menunggu pemasok sayuran berdatangan dari berbagai daerah. Jarak rumah ke pasar yang lumayan jauh ditempuh dengan motor tua peninggalan suami. Rasa takut dalam perjalanan menyisir pinggiran hutan terkalahkan oleh semangatnya. Dia hanya berbekal semangat untuk mengambil dagangan dari tangan pertama agar harga lebih murah. Sayuran itu kemudian dia jual di pasar hingga siang hari. Bertahun-tahun perempuan itu berjuang menabung sedikit demi sedikit hingga akhirnya dia bisa menjadi pedagang besar dan disegani.
Saat menginap di rumahnya saya melihat kemewahan di sana padahal ia tinggal nun jauh di kampung. Rumahnya besar, rumah panggung khas Bugis dari kayu ulin yang terkenal mahal. Lantai dan dindingnya mengkilap seakan debu enggan mampir di sana. Pekarangan rumahnya dipenuhi berbagai jenis aglaonema dan beragam anggrek yang saat itu masih mahal. Andai si ibu menyerah oleh rasa takutnya, entah apa yang terjadi dengan keenam anaknya yang kini sudah sukses di berbagai bidang. Konon, dia harus bekerja keras selama dua puluh lima tahun untuk bisa sampai pada posisi saat ini. Bukan waktu yang singkat!
Pun saya tak bisa melupakan perjuangan kedua orangtua saya dalam menyekolahkan anak. Ketika dulu saya meninggalkan kampung halaman untuk melanjutkan pendidikan di Makassar, orangtua saya tidak dalam keadan kaya. Beliau hanya petani! Kala itu yang berangkat kuliah ke Makassar kebanyakan anak pegawai atau pedagang, jika pun ada anak petani sudah pasti petani kaya. Beda dengan ayah saya yang hanya berbekal kemauan dan kerja keras. Saya masih ingat bagaimana orangtua saya menghabiskan masa mudanya untuk bekerja keras demi membuat anak-anaknya sarjana. Alhamdulillah, impian itu tercapai. Saya tidak tahu apa jadinya andai orangtua saya menyerah sebelum impian itu terwujud.
Saat ini, mungkin banyak orang yang sudah kelelahan berusaha dan ingin berhenti saja karena tak jua menemu hasil yang memuaskan. Tetapi tak ada salahnya bertahan sedikit lagi. Jika kesuksesan tidak datang hari ini, bisa jadi besok bukan?
***

Penulis : Herlina madje

Facebook : https://web.facebook.com/herlina.madje

Kontak admin :

Admin 1 : ๐Ÿ“žWA 085-298-476-473

Admin 2 : ๐Ÿ“žWA 0853-9836-2724

Admin 3 : ๐Ÿ“žWA 085-299-272-503





Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUE BUGIS TRADISIONAL

TESTIMONI KUE BUGIS TRADISIONAL

Senyum di Ujung Gemingmu. By Herlina Madje