Gosip. By Herlina Madje


Sudah beberapa minggu warga kampung Gledeg grasa grusu. Kabar simpang siur tentang penghuni rumah nomor sebelas yang menjadi penyebabnya. Entah dari siapa sumber informasi itu awalnya. Yang pasti kabarnya merebak seperti kentut. Cepat dan bau.
Warga kampung hendak berdemo untuk meminta kejelasan mengenai kabar burung tersebut namun pemerintah setempat tak memberi izin. Hal itu kian membuat seisi kampung curiga.
"Kalo tak ada apa-apa, buat apa dibackingi, yakan?" Sedikit mendelik Saribinong memamerkan pendapatnya. Selama ini ia yang paling agresif bersuara tentang penghuni baru tersebut, jika tak ingin disebut sebagai sumber informasinya.
Ceritanya bermula ketika pada suatu hari, rumah kosong di sebelah rumah Saribinong mendadak dinyatakan sudah terjual. Antara senang -- karena memiliki tetangga -- dan sedikit kesal -- karena tak lagi bisa menyantol jemuran di pagar sebelah -- Saribinong bercerita tentang rumah tetangga yang sudah laku tersebut.
"Jadi sudah ada yang beli? Orang kaya? Setengah kaya? Atau?" Sarintang tentu saja tertarik. Sebagai ibu termenor di kampung, ia pasti tak ingin posisinya tergantikan oleh penghuni baru yang masih antah berantah itu.
"Kalo kaya, ngapain beli rumah tua seperti itu?" Saribinong menjulurkan bibir bawah sejauh beberapa centimeter dengan wajah masam. Tujuannya untuk menyenangkan Sarintang, teman satu gengnya.
"Orangnya kayak apa sih? Cantik?"
"Biasa aja orangnya. Tapi perempuan begituan 'kan tak harus cantik. Yang penting genit." Saribinong beralasan. Penghuni baru tersebut memang kurang bersosialisasi dengan tetangga. Bahkan cenderung tertutup.
"Memang orangnya genit?"
"Di depan lelaki siapa yang tahu, yakan?"
Demikianlah, di kampung Gledek -- seperti juga di kampung-kampung lain -- sudah terbentuk komunitas emak-emak yang pekerjaannya bergunjing. Jangan salah, mereka bukan orang-orang yang tak pernah ikut kajian agama. Tapi ya, begitulah. Kalau tabiat dari sananya sudah suka ngerumpi, ancaman azab neraka juga tak bakal mempan. Ironisnya, keberadaan mereka tak bisa diabaikan sebab dapat mengendalikan kenyamanan dan ketidaknyamanan warga kampung pada umumnya.
Tak ingin gosip kian liar tak terkendali, Ibu RW berinisiatif mengundang warga baru tersebut untuk ikut arisan ibu-ibu.
Gayung bersambut, undangan tersebut ditanggapi dengan baik. Maka pada kesempatan arisan bulan berikutnya anggota baru tersebut ikut nimbrung bersama peserta yang lain. Percakapan berlangsung akrab dan semua saling mengenalkan diri.
"Sebelum di sini, Ibu tinggal di mana? Biar ibu-ibu lain pada tahu, yakan?" Saribinong sedikit sok akrab sebab merasa dialah tetangga paling dekat. Manusia bermuka dua seperti ini memang tidak langka. Di depan baik dibelakang ceribel, cerita belakang.
"Di kampung Guntur."
"Kenapa pindah? Bosan ya atau ... ada masalah?"
"Iya, ada sedikit masalah."
"Oya, masalah apa? Eh ... maaf, kepo." Saribinong berusaha bersikap kalem meski rasa ingin tahu seakan menyepak-nyepak selaput otaknya.
"Saya habis nyemplungin tetangga ke got karena suka ngerumpiin keluarga saya."

                                                                                    ***

Penulis : Herlina madje

Facebook : https://web.facebook.com/herlina.madje

Kontak admin :

Admin 1 : ๐Ÿ“žWA 085-298-476-473

Admin 2 : ๐Ÿ“žWA 0853-9836-2724

Admin 3 : ๐Ÿ“žWA 085-299-272-503

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUE BUGIS TRADISIONAL

TESTIMONI KUE BUGIS TRADISIONAL

Senyum di Ujung Gemingmu. By Herlina Madje